Jumat, 13 November 2015

MAKALAH ETIKA BIROKRASI







ETIKA BIROKRASI

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayat-Nya serta kekuatan  yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Birokrasi” . Dalam proses penyusunan tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan serta motivasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
            Makassar 15 Oktober  2015 
                                                                                               
                                                                                                Penyusun



DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang........................................................................................ 4
B.       Rumusan masalah ................................................................................... 6
C.       Tujuan .................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jelaskan konsep etika dan  birokrasi............................................. ........ 7
2.2 Mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan 9
2.3.Bagaimanakah etika birokrasi yang seharusnya dilakukan oleh
birokrasi  publik......................................................................................... 11
2.4.Tindakan-tindakan apa saja yang harus dihindari oleh birokrasi serta
sangsi apa yang akan diberikan................................................................. 12
BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan ............................................................................................ 15
B.        Saran ...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sebagai perwujudan amanah negara kemudian dilahirkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pelayanan Publik. Pada Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah “Excellent Service” yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik dan atau pelayanan yang terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan, namun nyatanya peraturan tertulis seperti ini hanyalah pajangan dan tidak ada pengaruhnya bagi para brokrat yang menjalankan tugas, wewenang, dan tanggung jawab mereka sebagai aparatur negara, kode etik birokrasi terabaikan dalam memberikan pelayanan padahal kode etik birokrasi yang bisa mengantar para birokrat melakukan tugasnya sesuai dengan cita-cita bangsa dan negara.
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, pantas untuk dilakukan dan sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dan dilaksanakan.
Permasalahan yang muncul sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam Birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana kondisi saat itu dan daerah tertentu yang mengatakan bahwa sesuatu dianggap etis saja atau dapat dibenarkan, namun di tempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat tergantung pada seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sanksi apa yang akan diterapkan sanksi sosial atau moral ataukah sanksi hokum. Semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat.



1.2 Rumusan Masalah
1.  Jelaskan konsep etika dan  birokrasi?
2. Mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan?
3. Bagaimanakah etika birokrasi yang seharusnya dilakukan oleh birokrasi publik?
4. Tindakan-tindakan apa saja yang harus dihindari oleh birokrasi serta sangsi apa yang akan diberikan?

1.3  Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui konsep etika dan  birokrasi.
2.Untuk mengetahui pentingnya etika birokrasi diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan.
3.  Untuk mengetahui  etika birokrasi yang seharusnya dilakukan oleh birokrasi publik.
4. Untuk mengetahui  tindakan-tindakan yang harus dihindari oleh birokrasi serta sangsi yang diberikan.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Etika dan birokrasi
            2.1.1 Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang berarti kebiasaan atau watak dan dalam bahasa prancis disebut etiquet atau etiket yang dapat diartikan sebagai kebiasaan atau cara bergaul dan berperilaku yang baik. Secara konsep, etika dipahami sebagai “suatu sistem nilai yang mengatur mana yang baik dan mana yang buruk dalam suatu kelompok atau masyarakat ”. Etika menurut Bertens (1977) “seperangkat nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan dari seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Darwin (1999) mengartikan Etika adalah prinsip-prinsip moral yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun perilaku individu dalam berhubungan dengan individu lain masyarakat.
2.1.2 Birokrasi
Birokrasi secara etimologis juga berasal dari bahasa Yunani yakni “Bureau”, yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi sendiri adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah untuk melaksanakan pelayanan umum sesuai dengan permintaan masyarakat. Menurut  Yahya Muhaimin Birokrasi adalah keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu, sedangkan Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
Jadi dari kedua konsep diatas berdasarkan beberapa pendapat ahli dapat kami simpulkan bahwa etika birokrasi yaitu tingkah laku para aparat birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara organisatoris dan hierarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai aturan yang telah ditetapkan serta memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.
Darwin (1999) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi Negara) adalah sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu kedua pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai abik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun, bagi birokrasi publik dalam menjalan tugas dan kewenangannya antara lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal, merytal system, responsible, accountable, dan responsiveness.
2.2 Alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan
Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel, menurut Agus Dwiyanto, bahwa :
1.                  Masalah-masalah yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks. Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai masalah – masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan masalah yang berkembang, birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain. Dalam kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam “grey area “seperti ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan meningkatnya modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

2.                  Keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan  etika birokrasi.

3.                  Etika diperlukan oleh penyelenggara pemerintahan dan negara termasuk birokrasi agar mampu menjalankan fungsinya dengan tulus, jujur dan berpihak pada kepentingan rakyat/masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dinegara demokrasi.





2.3 Bagaimanakah etika birokrasi yang seharusnya dilakukan oleh
birokrasi  publik?
Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya antara lain adalah : 
(1) efisiensi, artinya tidak boros, sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien; 
(2) membedakan milik pribadi dengan milik kantor, artinya milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan pribadi; 
(3)impersonal, maksudnya dalam melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan lainnya secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal, maksudnya hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan perasaan dari pada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa yang salah harus diberi sanksi dan yang berprestasi selayaknya mendapatkan penghargaan; 
(4) merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai, artinya dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak di dasarkan atas kekerabatan, namun berdasarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan(skill), sikap (attitude), kemampuan (capable), dan pengalaman(experience), sehingga menjadikan yang bersangkutan cakap dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan bukanspoil system (adalah sebaliknya); 
(5) responsible, nilai ini adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya; 
(6) accountable, nilai ini merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab birokrasi dikatakan akuntabel bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat karena dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap dan sepak terjangnya kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki itu berasal dan mereka dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan publik (pelayanan publik yang profesional dan dapat memberikan kepuasan publik); 
(7) responsiveness, artinya birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha memenuhi, tidak suka menunda-nunda waktu atau memperpanjang alur pelayanan.
2.4 Tindakan yang harusnya dihindari oleh pejabat birokrasi serta sangsi yang diterimah oleh birokrat yang melanggar.
Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang dikutip oleh Drs. Haryanto, MA,6 tentang tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari oleh seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu :
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabata kedinasan.
2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swsta pada saat ia melaksanakan transaksi untuk kepentinagn dinas.
3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat it berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah.
4. Membocornakan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin pemerintah.

Jenis sangsi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun jenis sangsi tersebut menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari :
1. Hukuman disiplin ringan antara lain : - teguran lisan - teguran tertulis - pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain : - penundaan kenaikkan gaji berkala untuk paling lama satu tahun - penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama satu tahun. - Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun.
3. Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari : - penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah paling lama satu tahun. - Pembebasan dari jabatan. - Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai negeri sipil. - Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Dari sangsi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa saja pelanggar Etika atau peraturan yang turut mengatur moralitas para aparat birokrasi di atas, jelaslah bagi kita beratnya sangsi atau hukuamn yang telah ditentukan, namun sekarang kembali lagi kepada penegakkan sangsi atas pelanggaran Etika tersebut, apa betul-betul dilaksanakan atau ditegakkan kepada mereka yang melanggar atau hanya sebatas retorika ataupun sangsi social saja, karena sangsi social hanya efektif apabila aparat Birokrasi itu berada di tengah-tengah masyarakat, sementara apabila dalam organisasi Birokrasi harus tegas berupa sangsi hukuman sesuai peraturan perundang-undangan tersebut di atas.













BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Masyarakat juga berhak menentukan kode Etik atau aturan dalam masyarakat yang juga turut mengatur keberadaan seorang Aparat Birokrasi di lingkungannya. Kalau memang melanggar harus ada komitmen bersama untuk mentaati aturan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Jadi yang disebut Etika Birokrasi merupakan norma aturan yang melekat pada anggota atau aparat Birokrasi itu sendiri dimana pun dan kapan pun dia berada, baik di kantor maupun di tengah-tengah masyarakat, dia terikat dengan aturan kepegawaian dan aturan norma dalam masyarakat yang menjadi lansasan Etika dalam bertindak dan berperilaku dalam melaksanakan tugasnya.Ketika semua etika di dalam suatu birokrasi telah terimplementasikan dengan baik, maka insyaallah cita-cita mulia dari Van de Spiegel tentang pemerintahan kita untuk membawa kebahagiaan sebesar-besarnya baik dunia maupun akhirat tanpa merugikan pihak lain secara tidak sah akan terwujud.

3.2  Saran
Para birokrat mampu memberikan peranan penting terhadap birokrasi menjadi sangat strategis dengan menerapkan perilaku yang tidak melanggar kode etik birokrasi dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan dimanapun dan kapanpun,dan juga dapat berperilaku dalam melaksanakan tugas tanpa merugikan oranglain.
















Daftar Pustaka

Fernanda, M.Soc.Sc, Drs.Desi. 2006.Etika Organisasi Pemerintah: Modul Pendidikan Dan Pelatihan Prajabatan Golongan III.Jakarta.Lembaga Administrasi Negara.

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Admnistras Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Rodlial Ramdhan .wordpress.com/2007/03/16/etika-birokrasi /,Rodlial_ Ramdhan .Diakses 11 Oktober 2015.

Suryana. Pentingnya etika birokrasi pemerintah dalam Pelayanan publik. (Online)//http//www//wikipedia.org/wiki .Diakses 11 Oktober 2015.