ETIKA BIROKRASI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayat-Nya serta kekuatan yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Birokrasi”
. Dalam proses penyusunan
tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan
serta motivasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan
makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Makassar 15
Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL.................................................................................. 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................ 4
B. Rumusan
masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan .................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jelaskan
konsep etika dan birokrasi............................................. ........ 7
2.2 Mengapa Etika Birokrasi penting
diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan
9
2.3.Bagaimanakah etika birokrasi
yang seharusnya dilakukan oleh
birokrasi publik.........................................................................................
11
2.4.Tindakan-tindakan
apa saja yang harus dihindari oleh birokrasi serta
sangsi apa yang
akan diberikan.................................................................
12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................ 15
B.
Saran ...................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai perwujudan amanah negara kemudian dilahirkan Undang-Undang
No. 25 Tahun 2009 yang mengatur tentang Pelayanan Publik. Pada Pasal 1 ayat (1)
disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administrasif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundangundangan. Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah
“Excellent Service” yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat
baik dan atau pelayanan yang terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik, karena
sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang
memberikan pelayanan, namun nyatanya peraturan tertulis seperti ini hanyalah
pajangan dan tidak ada pengaruhnya bagi para brokrat yang menjalankan tugas,
wewenang, dan tanggung jawab mereka sebagai aparatur negara, kode etik
birokrasi terabaikan dalam memberikan pelayanan padahal kode etik birokrasi
yang bisa mengantar para birokrat melakukan tugasnya sesuai dengan cita-cita
bangsa dan negara.
Etika Birokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan
mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu
sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi
pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana
aparat Birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan
ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, pantas untuk dilakukan dan
sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk
ditaati dan dilaksanakan.
Permasalahan yang
muncul sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam Birokrasi itu
sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana
kondisi saat itu dan daerah tertentu yang mengatakan bahwa sesuatu
dianggap etis saja atau dapat dibenarkan, namun di tempat lain belum
tentu. Dapat dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat
tergantung pada seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana,
kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sanksi apa yang akan
diterapkan sanksi sosial atau moral ataukah sanksi hokum. Semua ini
sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan aturan,
norma, adat dan kebiasaan setempat.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Jelaskan konsep etika dan birokrasi?
2. Mengapa Etika Birokrasi penting
diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan?
3. Bagaimanakah etika birokrasi yang
seharusnya dilakukan oleh birokrasi publik?
4. Tindakan-tindakan
apa saja yang harus dihindari oleh birokrasi serta sangsi apa yang akan
diberikan?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.Untuk mengetahui konsep etika dan birokrasi.
2.Untuk mengetahui pentingnya etika birokrasi diperhatikan
dalam pengembangan pemerintahan.
3. Untuk mengetahui etika birokrasi yang seharusnya dilakukan oleh
birokrasi publik.
4. Untuk
mengetahui tindakan-tindakan yang harus
dihindari oleh birokrasi serta sangsi yang diberikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Etika
dan birokrasi
2.1.1 Etika
Etika
berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang berarti kebiasaan atau watak dan
dalam bahasa prancis disebut etiquet atau etiket yang dapat
diartikan sebagai kebiasaan atau cara bergaul dan berperilaku yang baik. Secara
konsep, etika dipahami sebagai “suatu sistem nilai yang mengatur mana yang baik
dan mana yang buruk dalam suatu kelompok atau masyarakat ”. Etika menurut Bertens (1977) “seperangkat nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan dari seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Darwin (1999) mengartikan Etika
adalah prinsip-prinsip moral yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan
masyarakat, yang menuntun perilaku individu dalam berhubungan dengan individu
lain masyarakat.
2.1.2
Birokrasi
Birokrasi secara etimologis juga berasal dari bahasa Yunani yakni “Bureau”,
yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi sendiri
adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan sebagai sarana bagi
pemerintah untuk melaksanakan pelayanan umum sesuai dengan permintaan masyarakat.
Menurut Yahya Muhaimin Birokrasi adalah
keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu
pemerintah (untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah
karena statusnya itu, sedangkan Hegel melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang
dibuat untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara
yang dalam saat-saat tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi
sangat strategis dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara
(pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.
Jadi dari kedua
konsep diatas berdasarkan beberapa pendapat ahli dapat kami simpulkan bahwa
etika birokrasi yaitu tingkah
laku para aparat birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Aparat Birokrasi secara kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri
baik itu Sipil maupun Militer, yang secara organisatoris dan hierarkis
melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai aturan yang telah ditetapkan
serta memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.
Darwin (1999)
juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi Negara) adalah sebagai
seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam
organisasi. Dengan mengacu kedua pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi,
yaitu pertama sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara
(birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya
dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan
birokrasi publik dinilai abik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat
nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi,
penuntun, bagi birokrasi publik dalam menjalan tugas dan kewenangannya antara
lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal,
merytal system, responsible, accountable, dan responsiveness.
2.2 Alasan mengapa Etika Birokrasi
penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan
Ada
beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan
pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel, menurut Agus Dwiyanto, bahwa
:
1.
Masalah-masalah
yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dimasa mendatang akan semakin kompleks.
Modernitas masyarakat yang semakin meningkat telah melahirkaan berbagai masalah
– masalah publik yang semakin banyak dan komplek dan harus diselesaikan oleh birokrasi
pemerintah. Dalam memecahkan masalah yang berkembang, birokrasi seringkali
tidak dihadapkan pada pilihan – pilihan yang jelas seperti baik dan buruk. Para
pejabat birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara
baik dan baik, yang masing – masing memiliki implikasi yang saling berbenturan
satu sama lain. Dalam kasus pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi
oleh para pejabat birokrasi seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis.
Mereka harus memilih antara memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan
kepentingan masyarakatnya. Masalah – masalah yang ada dalam “grey area “seperti
ini akan menjadi semakin banyak dan kompleks seiring dengan meningkatnya
modernitas masyarakat. Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa fungsional
terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada para pejabat birokrat untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
2.
Keberhasilan
pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam
lingkungan birokrasi. Dinamika yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut
kemampuan birokrasi untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap
perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan
adjustment itu menuntut discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan
direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki
kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki
dan implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya.
Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan
kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan etika birokrasi.
3.
Etika diperlukan
oleh penyelenggara pemerintahan dan negara termasuk birokrasi agar mampu
menjalankan fungsinya dengan tulus, jujur dan berpihak pada kepentingan
rakyat/masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dinegara demokrasi.
2.3 Bagaimanakah etika birokrasi
yang seharusnya dilakukan oleh
birokrasi publik?
Seperangkat
nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi,
penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya
antara lain adalah :
(1) efisiensi, artinya tidak boros,
sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien;
(2) membedakan milik pribadi dengan
milik kantor, artinya milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan
pribadi;
(3)impersonal, maksudnya dalam
melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan lainnya secara
kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal, maksudnya hubungan
impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan perasaan dari pada unsur
rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan peraturan yang ada
dalam organisasi. Siapa yang salah harus diberi sanksi dan yang berprestasi
selayaknya mendapatkan penghargaan;
(4) merytal system, nilai ini
berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai, artinya dalam penerimaan
pegawai atau promosi pegawai tidak di dasarkan atas kekerabatan, namun
berdasarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan(skill), sikap (attitude),
kemampuan (capable), dan pengalaman(experience), sehingga menjadikan yang
bersangkutan cakap dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya dan bukanspoil system (adalah sebaliknya);
(5) responsible, nilai ini adalah
berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya;
(6) accountable, nilai ini merupakan
tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab birokrasi dikatakan akuntabel
bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat karena dapat
mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap dan sepak terjangnya
kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki itu berasal dan mereka
dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan publik (pelayanan publik yang
profesional dan dapat memberikan kepuasan publik);
(7) responsiveness, artinya
birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan, masalah dan aspirasi
masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha memenuhi, tidak suka menunda-nunda
waktu atau memperpanjang alur pelayanan.
2.4 Tindakan yang harusnya dihindari
oleh pejabat birokrasi serta sangsi yang diterimah oleh birokrat yang
melanggar.
Paul H. Douglas dalam bukunya
“Ethics in Government” yang dikutip oleh Drs. Haryanto, MA,6 tentang
tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari oleh seorang pejabat pemerintah yang
juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu :
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan
swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabata kedinasan.
2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swsta pada saat
ia melaksanakan transaksi untuk kepentinagn dinas.
3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi
pada saat it berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah.
4. Membocornakan informasi komersial atau ekonomis yang
bersifat rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi
pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin
pemerintah.
Jenis
sangsi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah
bervariasi sesuai tingkat pelanggaran, adapun jenis sangsi tersebut menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari :
1. Hukuman disiplin ringan antara lain : - teguran lisan - teguran tertulis - pernyataan tidak puas secara tertulis.
1. Hukuman disiplin ringan antara lain : - teguran lisan - teguran tertulis - pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Jenis
hukuman disiplin sedang, antara lain : - penundaan kenaikkan gaji berkala untuk
paling lama satu tahun - penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk
paling lama satu tahun. - Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu
tahun.
3. Jenis
hukuman disiplin berat, terdiri dari : - penurunan pangkat pada pangkat yang
setingkat lebih rendah paling lama satu tahun. - Pembebasan dari jabatan. -
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai negeri
sipil. - Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Dari
sangsi hukuman yang diberikan dan patut diterima bagi siapa saja pelanggar
Etika atau peraturan yang turut mengatur moralitas para aparat birokrasi di
atas, jelaslah bagi kita beratnya sangsi atau hukuamn yang telah ditentukan,
namun sekarang kembali lagi kepada penegakkan sangsi atas pelanggaran Etika
tersebut, apa betul-betul dilaksanakan atau ditegakkan kepada mereka yang melanggar
atau hanya sebatas retorika ataupun sangsi social saja, karena sangsi social
hanya efektif apabila aparat Birokrasi itu berada di tengah-tengah masyarakat,
sementara apabila dalam organisasi Birokrasi harus tegas berupa sangsi hukuman
sesuai peraturan perundang-undangan tersebut di atas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat
juga berhak menentukan kode Etik atau aturan dalam masyarakat yang juga turut
mengatur keberadaan seorang Aparat Birokrasi di lingkungannya. Kalau memang
melanggar harus ada komitmen bersama untuk mentaati aturan yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Jadi yang disebut Etika Birokrasi merupakan norma
aturan yang melekat pada anggota atau aparat Birokrasi itu sendiri
dimana pun dan kapan pun dia berada, baik di kantor maupun di
tengah-tengah masyarakat, dia terikat dengan aturan kepegawaian dan aturan
norma dalam masyarakat yang menjadi lansasan Etika dalam bertindak dan
berperilaku dalam melaksanakan tugasnya.Ketika semua etika di dalam suatu
birokrasi telah terimplementasikan dengan baik, maka insyaallah cita-cita mulia dari Van de Spiegel tentang pemerintahan
kita untuk membawa kebahagiaan sebesar-besarnya baik dunia maupun akhirat tanpa
merugikan pihak lain secara tidak sah akan terwujud.
3.2 Saran
Para birokrat mampu memberikan peranan penting terhadap
birokrasi menjadi sangat strategis dengan menerapkan perilaku yang tidak
melanggar kode etik birokrasi dalam rangka menyatukan persepsi dan perspektif
antara negara (pemerintah) dan masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan
dimanapun dan kapanpun,dan juga dapat berperilaku dalam melaksanakan tugas
tanpa merugikan oranglain.
Daftar Pustaka
Fernanda, M.Soc.Sc, Drs.Desi.
2006.Etika Organisasi Pemerintah: Modul Pendidikan Dan Pelatihan
Prajabatan Golongan III.Jakarta.Lembaga Administrasi Negara.
Kumorotomo,
Wahyudi. 1992. Etika Admnistras Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Rodlial
Ramdhan .wordpress.com/2007/03/16/etika-birokrasi
/,Rodlial_
Ramdhan .Diakses 11
Oktober 2015.
Suryana. Pentingnya etika birokrasi pemerintah
dalam Pelayanan publik.
(Online)//http//www//wikipedia.org/wiki .Diakses 11 Oktober 2015.